Rabu, 08 Mei 2019

Laporan Percobaan - 09 " Keisomeran Geometri Pengubahan asam Maleat menjadi Asam Fumarat"


 VII. Data Pengamatan
NO.
PERLAKUAN
HASIL PENGAMATAN
1.
Ditumbuk  sampel( apel hijau) yang mengandung asam maleat untuk diambil ekstraknya.
Didapatkan ekstrak apel hijau yang mengandung asam maleat.

Sampel yang telah diekstrak dimasukkan kedalam labu dasar bulat sebanyak 20 ml yang telah diisi dengan batu didih lalu ditabahkan dengan HCl pekat dan
Warna larutan menjadi coklat. Dan berbau seperti karamel.

Direflusk selama 10 menit dengan suhu70-80Âșc
Warna coklatnya makin lama makin pekat.

Setelah direfluks filtrat di saring
Tedapat endapan bewarna hitam yang tinggal di kertas saring, dan filtrat tetap bewarna coklat.

Dilakukan rekristalisasi,
Filtrat didingikan filtrat di es baru
Tidak terdapat kristal.

VIII. Pembahasan

       Pada percoban ini kami melakukan percobaan keisomeran geometri pengubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Isomer geometri adalah Gugus atau atom yang terikat pada atom karbon yang berikatan tunggal akan bebas berotasi sepanjang ikatan tunggal -C-C- sehingga tidak dapat dibedakan orientasi bidang ruang gugus fungsinya dan sebaliknya  (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/20/keisomeran-geometri-transformasi-asam-maleat-menjadi-asam-fumarat/).
       Pada percobaan ini kami menggunkan apel hijau sebagia pengganti asam maleat karena ketidaktersediaan  zat murni di dalam labor. Apel hijau diambil ekstraknya dengan cara ditumbuk sampai daging buahnya menjadi halus kemudian disaring menggunakan kertas saring. Sehingga didapatkan ekstrak apel hijau. Selanjutnya, sampel yang telah diekstrak dimasukkan kedalam labu dasar bulat sebanyak 20 ml yang telah diisi dengan batu didih. Fungsi ditambahkannya batu didih agar tidak terjadi legakan dan panas di dalam labu tersebut merata. Kemudian ditambahkan HCl pekat sebanyak 15 ml. Hasilnya didapatkan yaitu warna larutan menjadi coklat . Selanjutnya, dilakukan refluks untuk mengubah struktur geometri asam maleat menjadi asam fumarat. Proses refluks dilakukan selama 10 menit dengan suhu kurang lebih 75 C. Ketika direfluks warna coklat pada larutan semakin lama semakin pekat.. Ketika direfluks asam maleat yang berbentuk cis akan berunbah keisomerannya berbentuk trans ang disebut asam fumarat.
        Proses refluk pada asam maleat karena untuk memecah anhirid maleat diperlukan energy yang besar untuk memutus ikatan C-O sehingga reaksi dilakukan pada suhu yang tinggi yang  berasal dari pemanasan refluk  dan juga pemberian HCL pada percoban ini yaitu membantu prosese penstabilan asam maleat menjadi asam fumarat karena HCl bertindak sebgai katalis untuk mengadisi ikatan rangkap C=C pada asam maleat. Selanjutnya, Setelah direfluks filtrat kemudian  di saring dan terdapat endapan bewarna hitam yang tinggal di kertas saring, dan filtrat tetap bewarna coklat. Kemudian dilakukan rekristalisasi dengan cara filtrat di dinginkan dalam wadah berisi es batu. Namun pada proses kristalisasi kami tidak mendapatkan Kristal. Hal ini disebabkan karena dalam sampel yang kami gunakan (ekstrak apel) masih terdapat zat lain sehingga menyebabkan proses kristalisi menjadi terganggu.

IX. Kesimpulan
       Berdasarkan Percobaan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Isomer yang disebabkan oleh perbedaan letak gugus ruangan disebut isomer geometri. Isomer geometri juga dikenal dengan istilah isomer cis-trans.
  2. Gugus atau atom yang terikat pada atom karbon yang berikatan tunggal akan bebas berotasi sepanjang ikatan tunggal -C-C- sehingga tidak dapat dibedakan orientasi bidang ruang gugus fungsinya dan sebaliknya

X. Pertanyaan
  1.  Apa yang terjadi ketika asam maleat direfluks?
  2.  Apa fungsi HCl dalam percobaan tersebut?
  3.  Apa yang menyebabkan Kristal asam fumarat tidak terbentuk dalam proses rekristalisai?

XI. Daftar Pustaka
Fessenden, 1997, Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2, Jakarta, Erlangga.
Mulyono, dkk., 2011. Studi Pengaruh Kerusakan Beta Karoten dalam Pelarut 
         Heksana serta Keisomeran geometrinya, Jurnal Penelitian Ilmiah Vol (1), No (11).
Syamsurizal. 2019. Analisis Kualitatif Senyawa Organik
        asam-maleat- menjadi-asam-fumarat/. Diakses pada tanggal 08 Mei 2019. Pukul 19:00 WIB.
Soebagio, 2014, Kimia Organik Jilid I, Jakarta, PT Pabelan.
Underwood, 1987, Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta, Erlangga.


XII. Lampiran



Proses Refluks
 
 Penyaringan Filtrat
  
Endapan Hasil Penyaringan
Proses Rekristalisasi

 

Laporan Percobaan -08 "Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom "


VII. Data Pengamatan
      7.1 Kromatografi Lapis tipis
NO.
PERLAKUAN
HASIL PENGAMATAN
1.
Disiapkan plat TLC

2.
Disiapkan sampal yang adan diuji dengan diekstrak dengan metanol.
a.       Buah naga
b.      Bayam
c.       Nanas
d.      Kembang kertas
e.       Semangka
f.       Wortel
g.      Pepaya
h.      Kentang
i.        Tomat
j.        Kembang sepatu
Didapatkan hasil yaitu :
a.       Larutan berwarna merah keunguan
b.      Larutan berwarna hijau
c.       Larutan berwarna kuning
d.      Larutan berwarna merah pudar
e.       Larutan berwarna merah jernih
f.       Larutan berwarna oren
g.      Larutan berwarna oren
h.      Larutan berwarna hitam
i.        Larutan berwarna oren pudar
j.        Larutan berwarna merah
3.
Sampel yang telah diekstraksi ditotolkan ke plat TLC kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen (n-heksana : etil asetat = 2 ml : 1 ml). Diukur noda yang bergerak
a.       Buah naga
b.      Bayam
c.       Nanas
d.      Kembang kertas
e.       Semangka
f.       Wortel
g.      Pepaya
h.      Kentang
i.        Tomat
j.        Kembang sepatu          
Didapatkan jarak yang ditempuh noda dan pelarut, yaitu :
a.       Noda bergerak dengan jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
b.      Jarak noda 0,3 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
c.       Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
d.      Jarak noda 2,5 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
e.       Jarak noda 3,7 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
f.       Jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
g.      Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
h.      Jarak noda 0 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
i.        Jarak noda 4,1 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
j.        Jarak noda 4 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
      
7.2 Kromatografi Kolom
NO.
PERLAKUAN
HASIL PENGAMATAN
1.
Disiapkan kolom kromatografi dengan sebuah pipet tetes lalu disumbat ujung bawahnya dengan kapas dan dialiri dengan n-heksana
Kolom menjadi bersih dan ketika dialiri dengan n-heksan larutannya turun dan sisa kapas yang menempel di dinding kolom menjadi turun.
2.
Dibuat silika gel dengan mencampurkan n-heksana dengan silika gel
Larn menjadi bercampur
3.
Dimasukkan kedalam kolom silika gel yang telah dibuat, sambil kolom diketuk-ketuk sampai setengah kolom.
Silik gel menjadi memadat dan n-heksannya turun ke bawah melewati kapas.
4.
Sample disiapkan dan diekstrak dengan metanol.
a.       Buah naga
b.      Bayam
c.       Nanas
d.      Kembang kertas
e.       Semangka
f.       Wortel
g.      Pepaya
h.      Kentang
i.        Tomat
j.        Kembang sepatu
Didapatkan hasil yaitu:
a.       Larutan berwarna merah keunguan
b.      Larutan berwarna hijau
c.       Larutan berwarna kuning
d.      Larutan berwarna merah pudar
e.       Larutan berwarna merah jernih
f.       Larutan berwarna oren
g.      Larutan berwarna oren
h.      Larutan berwarna hitam
i.        Larutan berwarna oren pudar
j.        Larutan berwarna merah
5.
Sampel di campur dengan sedudip bubuk silika gel, diaduk sampai kering
sampel menjadi menyatu dengan bubuk silikka gel dan warnanya sama dengan warna pelarut.
6.
Dimasukkan sampel yang sudah dicampurkan silika gel setinggi 1 cm kedalam kolom yang sudah ada silika gel lalu dialiri dengan eluennya.
Sampel :
a.       Buah naga
b.      Bayam
c.       Nanas
d.      Kembang kertas
e.       Semangka
f.       Wortel
g.      Pepaya
h.      Kentang
i.        Tomat
j.        Kembang sepatu
Sampelnya di atas warnanya turun kebawah setelah dialiri dengan eluen.
Hasil dari beberapa sampel :
a.       Sampel a dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (8:1) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 4  botol.
b.      Sampel b dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 5  botol.
c.       Sampel c dengan eluen yang dipakai kloroform dan metanol (3:1) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.
d.      Sampel d dengan eluen yang dipakai kloroform didapatkan pelarut yang turun sebanyak 5  botol.
e.       Sampel e dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.
f.       Sampel f dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.
g.      Sampel g dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.
h.      Sampel h dengan eluen yang dipakai kloroform dan metanol (3:1) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 4  botol.
i.        Sampel i dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol. 
j.  Sampel j dengan eluen yang dipakai n-heksana dan etil asetat (3:2) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.

7.
Didiamkan pelarut yang ditutup dengan almuniumfoil yang diberi lubang beberapa hari
pelarut yang ada dalam botol menguap
8.

Botol yang berisi pelarut tadi ditetesi dengan setetes metanol, lalu di TLC
Akan didapatkan jarang yang ditempuh noda dan jarak yang ditempuh pelarut.


VIII  Pembahasan
8.1 Kromatografi Lapis Tipis
      Pada percobaan ini kami melakukan percobaan kromatografi lapis tipis (TLC),  dimana prinsip kerja berdasarkan kemampuan partisi dan adsorbsi yang terlibat dalam fasa gerak dan fasa diam. Fasa diam yang digunakan ialah  plat TLC, sedangkan fasa gerak yang digunakan adalah  eluen beruipa suatu larutan cair ( pelarut) yang di sesuaikan dengan jenis sampel yang dianalisis dari segi polar ataiu non polarnya ( kepolarannya). Pelarut yang kami gunakan dalam percobaan ini yaitu n-heksana dan etil asetat. Pada percobaan ini kami menggunakan 10 jenis sampel yaitu: Sampel A (ekstrak buah naga), Sampel B (ekstrak bayam), Sampel C berisi (ekstrak nanas), Sampel D (ekstrak bunga kertas), Sampel E (ekstrak semangka), Sampel F (ekstrak wortel), Sampel G (ekstrak pepaya), Sampel H (ekstrak kentang), Sampel I (ekstrak tomat), Sampel J (ekstrak kembang sepatu). Setiap sampel diektrak dengan menggunakan pelarut metanol. Didapatkan hasil yaitu :
a.  Larutan berwarna merah keunguan
b.  Larutan berwarna hijau
c.  Larutan berwarna kuning
d.  Larutan berwarna merah pudar
e.  Larutan berwarna merah jernih
f.   Larutan berwarna oren
g.  Larutan berwarna oren
h.  Larutan berwarna hitam
i.   Larutan berwarna oren pudar
j.   Larutan berwarna merah
    Selanjutnya, plat TLC dipotong dengan ukuran 5 x 3 cm. Pada bagian bawah plat diberi garis, dengan jarak dari ujungnya sebesar 0.5 cm. Satu plat TLC  berisikan 4 sampel yang akan di uji. Selanjutnya, sampel yang telah diekstraksi ditotolkan ke plat TLC kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen (n-heksana : etil asetat = 2 ml : 1 ml). kemudian Diukur noda yang bergerak. Pada plat pertama ditotolkan Sampel A, B, C, dan D. Pada sampel A noda bergerak dengan jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,8 cm. Pada sampel B noda bergerak dengan jarak noda 0,3 cm dan jarak pelarut 4,8 cm. Pada Sampel C noda bergerak dengan Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,8 cm. Pada sampel D noda bergerak dengan jarak noda 2,5 cm dan jarak pelarut 4,8 cm.
     Pada Plat kedua ditotolkan sampel E, F, G, dan  H. Pada sampel E noda bergerak dengan Jarak noda 3,7 cm dan jarak pelarut 4,5 cm. Pada sampel F noda bergerak dengan Jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,5 cm. Pada sampel G noda bergerak dengan Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,5 cm. Pada sampel H noda tidak bergerak dengan jarak pelarut 4,5. Kemudian, pada plat ketiga ditotolkan Sampel I dan J. Pada sampel I  noda bergerak dengan Jarak noda 4,1 cm dan jarak pelarut 4,7 cm sedangkan pada sampel J noda bergerak dengan Jarak noda 4 cm dan jarak pelarut 4,7 cm. Berdasarkan hasil yang didapat, kita dapat menentukan nilai Rf nya. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Nilai Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa / Jarak yang ditempuh oleh eluen (fase gerak)


Adapun nilai Rf yang didapatkan yaitu:
 1. Sampel A  nilai Rf = 3,9 /.4,8 = 0,8215
 2. Sampel B  nilsi Rf = 0,3 / 4,8 = 0,025
 3. Sampel C  nilai Rf = 3,8 / 4,8 = 0,79166
 4. Sampel D  nilai Rf = 2,5 / 4,8 = 0,520
 5. Sampel E  nilai Rf = 3,7 /.4,5 = 0,8222 
 6. Sampel F  nilai Rf = 3,9 /.4,5 = 0,8666
 7. Sampel G  nilai Rf = 3,8 /.4,5 = 0,8444
 8. Sampel H  nilai Rf = 0 /.4,5 =  0
 9. Sampel I   nilai Rf = 4,1 /.4,7 = 0,8723
10.Sampel J   nilai Rf =  4 /.4,7 = 0,8510

     Berdasarkan percobaan tersebut dapat dilihat bahwa Semakin polar senyawa atau sampel yang diuji maka sampelakan bergerak lambat sedangkan yang semankin tinggi jarak yang ditempu oleh noda  maka senyawa tersebut bersifat non polar, dari 10 sampel uji dapat kita lihat  pada sampel H dimana nodanya tidak bergerak hal ini menandakan bahwa sampel tersebut bersifat sangat polar. Daya adsorpsi terhadap fasa diam dan Kelarutan analit tersebut terhadap fasa gerak yang digunakan dapat menentukan Afinitas suatu analit. Adsorpsi yang semakin kuat dari suatu analit terhadap fasa diamnya akan menyebabkan kelarutannya menjadi kecil terhadap fasa gerak, Sehingga waktu tinggalnya dalam kolom akan lebih lama dibandingkan dengan analit yang memiliki adsopsi dengan daya yang  lemah terhadap fasa diam dan kelarutannya tinggi dengan fasa gerak yang digunakan (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/). 

8.2 Kromatografi Kolom
      Pada percobaan ini kami meakukan percobaan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan menggunakan 10 sampel  seperti percobaan sebelumnya  yaitu Sampel A (ekstrak buah naga), Sampel B (ekstrak bayam), Sampel C berisi (ekstrak nanas), Sampel D (ekstrak bunga kertas), Sampel E (ekstrak semangka), Sampel F (ekstrak wortel), Sampel G (ekstrak pepaya), Sampel H (ekstrak kentang), Sampel I (ekstrak tomat), Sampel J (ekstrak kembang sepatu). Setiap sampel diektrak dengan menggunakan pelarut metanol. Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu  disiapkan kolom kromatografi dengan sebuah pipet tetes lalu disumbat ujung bawahnya dengan kapas dan dialiri dengan n-heksana. Hasil yang terlihat yaitu kolom menjadi bersih dan ketika dialiri dengan n-heksan larutannya turun dan sisa kapas yang menempel di dinding kolom menjadi turun. Selanjutnya, dibuat silika gel dengan mencampurkan n-heksana dengan silika gel dan dimasukkan kedalam kolom silika gel yang telah dibuat, sambil kolom diketuk-ketuk sampai setengah kolom. Pengetukan dilakukakan agar silika gel memadat di dalam kolom. Langkah selajutnya pastikan kolom tidak bocor dan apabila tidak bocor masukan sampel yang telag di impreknasi kedalam kolom. Impreknasi sampel dilakukan dengan cara mencampurkan seujung sudip silika gel dan beberapa tetes larutan sampel sampai sampel menjadi menyatu dengan bubuk silikka gel dan warnanya sama dengan warna pelarut.
      Pada sampel A eluen yang dipakai yaitu n-heksana dan etil asetat (8:1) dengan volume 16 ml: 8 ml. dimana pada percobaan ini dilakukan penambahan eluan karena sampel tidak turun dari dalam kolom.  penambahan eluen pertama sebanyak 5 ml kemudian sampel tidak turun dan sampai penambahan 40 ml eluen sampel turun setengah pada silica, dan diperoleh 6 botol yang mana semuanya berwarna bening. Dari pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan Hal ini yang menyebabkan sampel atau senyawa tidak mau terelusi dengan baik kemungkinan  karena sampel bersifat polar sedangklan eluen yang di gunakan pada percobaan bersifat non polar sehingga  sampel atau senyawa susah ter adsorbs dalam eluen tersebut. selanjutnya Pada sampel B eluen yang dipakai yaitu  n-heksana dan etil asetat (3:2) dimana sampel terelusi dengan baik. Hasil yang didapatkan yaitu pelarut yang turun sebanyak 5  botol yang mana  botol 1 berwarna bening,  botol 2 berwarna hijau, botol 3 berwarna hijau pudar dan botol 4 dan 5 berwarna bening. Pada sampel C eluen yang dipakai yaitu kloroform dan metanol (3:1) dimana sampel terelusi dengan baik. Hasil yang didapatkan yaitu pelarut yang turun sebanyak 3  botol yang mana botol 1 berwarna bening, botol 2 berwarna keruh dan botol 3 berwarna bening. Pada Sampel D eluen yang dipakai yaitu kloroform. Hasil yang didapatkan yaitu pelarut yang turun sebanyak 5  botol. Pada sampel E eluen yang dipakai yaitu n-heksana dan etil asetat (3:2). HAsil yang  didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol. Pada sampel F eluen yang dipakai yaitu n-heksana dan etil asetat (3:2). Hasil yang didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol. Pada sampel G eluen yang dipakai yaitu n-heksana dan etil asetat (3:2). Hasil yang  didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol. Pada sampel H eluen yang dipakai kloroform dan metanol (3:1) didapatkan pelarut yang turun sebanyak 4  botol. Pada sampel I eluen yang dipakai yaitu  n-heksana dan etil asetat (3:2). Hasil yang didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol. Pada sampel J  eluen yang dipakai yaitu  n-heksana dan etil asetat (3:2). Hasil yang didapatkan pelarut yang turun sebanyak 3  botol.

        Setelah semua sampel di kromatografi, semua  botol ditutup dengan alumonium foil yang sedikit diberi lubang kecil didiamkan kira- kira selam seminggu. Tindakan ini bertujuan untuk menguapkan eluen yang di gunakan sehingga hanya senyawa yang di inginkan yang tertinggal, selanjutnya sampel tersebut dilakukan lagi TLC seperti  percobaan sebelumnya. Setelah dilakukan TLC ada beberapa noda sampel yang tidak bergerak bahkan tidak timbul noda setelah disinari dengan sinar UV. Hal ini mungkin dikarenakan karena zat yang berada dalam botol ikut menguap dengan eluennya sehingga ketika di TLC noda tidak tampak  sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi.



IX. Kesimpulan
       Berdasarkan Percobaan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Kromatografi memiliki prinsip banwa komponen penyusun suatu zat terletak pada  perbedaan afinitas atau gaya adesi dari setiap jenis analit terhadap fasa diam dan fasa gerak sehingga masing-masing komponen penyusun suatu zat terpisah satu sama lain.
  2. Azas penrting dari kromatografi yaitu bahwa  senyawa  yang berbeda memiliki koefisien distribusi yang berbeda pula diantara kedua fasa tersebut.
  3. Dalam kromatografi TLC fasa diam yang digunakan yaitu pelat tipis sedangkan fasa geraknya dapat berupa pelarut organik. sedangkan dalam kromatografi kolom  Fasa diamannya menggunakan sillika gel sedangkan fasa gerak yang dugunkan adalah pelarut organik.
  4. Pada kromatografi kolom prosesnya berdasarkan kemampuan adsorbsi dan partisi dimana komponen sampel secara selektif di adsorbsi oleh permukaan fasa diam sedangkan Kromatografi lapis tipis prinsip kerjanya yaitu pemisahan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan eluen yang di gunakan.
X. Pertanyaan
  1.  Mengapa pada sampel buah naga sampel tidak turun dalm kolom?
  2.  Mengapa ketika memasukkan silica gel kolom perlu dipukul?
  3.  Mengapa pada Sampel kentang nodanya tidak bergerak pada saat di TLC?
XI. Daftar Pustaka

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia.
Soebagio, dkk. 2000, Kimia Analitik I, Malang, Universitas Negeri Malang.
Syamsurizal. 2019. Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom.
         http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan
        -dengan-khromatografi/ Diakses pada tanggal 8 Mei 2019. Pukul 20:00 WIB. 
Syukri, 1999, Kimia Dasar I, Jakarta, Erlangga.
Tim Kimia Oraganik. 2016. Penutun Praktikum Kimia Organik I. Jambi : Universitas Jambi. 
 

XII. Lampiran
 


 
  Plat TLC yang berada dalam Chamber yang berisi Eluen
 Penyinaran dengan Sinar UV pada Plat TLC

 Pemadatan Silika Gel
 Pemasukan Eluen ke Dalam Kolom Kromatografi
Proses Impreknasi

 Sampel yang Sudah di Ekstrak
 Proses Kromatografi kolom